Peringatan104 Tahun Gedung GPIB Immanuel Surabaya; Berelasi dan Bersinergi untuk Memberkati

 

Y
Paduan Suara tampil memarakkan HUT ke104 Tahun Gedung GPIB Immauel Bubutan Surabaya

 

Muller Kruger dalam bukunya Sejarah Gereja di Indonesia, menceritakan keberadaan gereja di Jawa baru dimulai pada abad ke–19. Namun di zaman VOC, sebenarnya sudah terdapat beberapa jemaat di daerah pantai. Berturut, ada di Jakarta (1619), Semarang (1753) dan Surabaya (1785).

Bangunan gedung peninggalannya, ketiganya kini memiliki nama yang sama, yaitu Gereja Protestan Indonesia di bagian Barat (GPIB) Immanuel. Namun, hanya di Surabaya-lah yang gedung gereja itu sudah berpindah lokasi dari tempatnya semula.

GPIB Immanuel Bubutan adalah lokasi baru. Sebelumnya, tepat berada di belakang kantor Residen Surabaya, jalan sekitar Jembatan Merah. Bangunan ini peletakan batu pertamanya dilakukan pada tanggal 29 Juni 1920.

Tepat pada tanggal yang sama, tahun 2024 ini Jemaat memperingati HUT itu. Usia yang tak lagi muda; 104 tahun lamanya.

Gereja Bubutan dulu di tengahnya ada jalur sungai (foto: ist)
 

“Dua pertanyaan refleksi yang dapat kita tanyakan. Pertama, apa yang sudah kita lakukan selama 104 tahun? Melewati masa demi masa. Kedua, apa yang akan kita lakukan ke depannya?”

Hal itu disampaikan oleh Rully Antonius Haryanto, pendeta Jemaat dalam refleksi yang disampaikannya. Di hadapan para warga gereja dan tamu undangan lainnya yang turut memeriahkan acara spesial ini.

Pendeta yang baru setahun melayani di tempat ini juga mengingatkan Jemaat untuk pentingnya menghargai sejarah. Seperti istilah yang diungkapkan Bung Karno, “Jas Merah”. Jangan sekali-sekali melupakan sejarah.

Namun demikian jangan juga hidup di masa lalu. Karena hidup ini bagaikan orang naik mobil. Pandangan pada kaca spion akan terlihat lebih kecil dibandingkan pandangan kaca ke depannya.“Gereja harus bisa menjadi berkat. Bukan hanya bagi jemaat, tapi juga bagi masyarakat.”

Dalam malam pujian yang bertemakan “Biarlah segala yang bernafas memuji Tuhan. Haleluya!”, Pdt. Rully juga menceritakan soal gedung gereja GPIB di jalan Bubutan ini. Sering menjadi tujuan wisata, karena gedungnya termasuk bangunan cagar budaya (BCB). Punya peninggalan-peninggalan yang perlu dirawat. Ini bisa menjadi museum mini. “Kami juga punya peran baik bagi kota Surabaya,” tuturnya.

Nama semula “Protestantsche Kerk” atau “Nederlandsch Hervormde Kerk” (foto: ist)

 

Gelar Budaya dan Talenta

Sudah jamak diketahui bahwa GPIB mayoritas warganya dari daerah Indonesia bagian timur (misalnya Ambon). Namun demikian, pada acara berdurasi sekitar 3 jam lebih ini, terdapat pula nuansa Jawa dan Batak yang turut menjadi prosesi acara.


 Jadi ada semacam gelar budaya. Misalnya pembukaan dengan diisi tari khas Remo. 


GKJW (Greja Kristen Jawi Wetan) Darmo menyumbangkan penampilan karawitan, pujian berbahasa Jawa dan tarian tradisional. Sedangkan dari HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) Kedondong mengiringi musik Gondang dan lagu “persembahan” dengan tarian Tor-Tor.

 


Permainan angklung yang dikolaborasikan dengan kolintang, juga mendapat apresiasi yang baik dari hadirin. Terlebih terdapat anak-anak kecil yang turut berpartisipasi dengan tingkahnya yang tak dapat diprediksi. Membuat suasana jadi gembira.

Angklung lintas generasi

Pujian yang apik juga ditampilkan lewat paduan suara dengan lagu Jawa, “Monggo Sami nDerek Gusti” oleh paramuda. Juga pelayanan kategorial (pelkat) bapak, ibu serta vokal (duet dan grup).

Duet spesial
 

Memberdayakan segala potensi warga jemaat, juga menjadi salah satu geliat yang dilakukan oleh panitia acara. Seniman lukis juga dilibatkan dalam acara. Karya yang sudah jadi kemudian dilelang. Uangnya akan dipergunakan untuk membuat GSG (gedung serba guna). Sementara yang dilakukan secara live (langsung), hasilnya juga dapat disaksikan di panggung.

Lelang lukisan
 

Untuk menghargai kreativitas, panitia juga melakukan lomba foto yang telah digelar sebelumnya. Para pemenang 1, 2, 3 dan favorit mendapatkan uang tunai yang lumayan juga besarannya J. Mulai 250-750 rb.

Penyerahan hadiah lomba foto
 

Menariknya, gereja yang berada di dekat Tugu Pahlawan juga mengundang dari lingkungan (ketua RT), Konjen USA, komunitas Gusdurian, Roemah Bhinneka, serta PGIW Jatim, dan Pemkot (Walikota Surabaya, diwakili kepala Bakesbangpol).

Maria Theresia E.R., Kepala Bakesbangpol membacakan sambutan Walikota Surabaya

Sementara, simbolis tumpengnya juga dibuat dengan berbeda, yakni dengan gunungan jajan pasar. Jadi istilahnya bukan pemotongan tumpeng tapi mengambil tumpeng, untuk kemudian dapat dibagi bersama nantinya.   

Penyerahan simbolis "tumpeng jajan pasar" kepada perwakilan tamu undangan
  

Selamat menjadi berkat!

(end)

Posting Komentar

0 Komentar