“Pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar ketika hari masih gelap, pergilah Maria Magdalena ke kubur itu dan ia melihat bahwa batu telah diambil dari kubur.
Kata Yesus kepadanya: ”Ibu, mengapa engkau menangis? Siapakah yang engkau cari?” Maria menyangka orang itu adalah penunggu taman, lalu berkata kepada-Nya: ”Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya.” Kata Yesus kepadanya: ”Maria!” Maria berpaling dan berkata kepada-Nya dalam bahasa Ibrani: ”Rabuni!”, artinya Guru.”
Penggalan kisah Injil Yohanes 20:1-25 ini tentu amat familier di kalangan umat kristiani. Kisah kedatangan Maria Maria Magdalena yang sepertinya tak sabar untuk menjumpai Yesus di tempat peristirahatan-Nya terakhir.
Paskah Dini Hari di Makam
Peristiwa seperti tercatat dalam Alkitab itu, jika dikontekstualisasikan kembali berdasarkan tempat dan waktu, bisa jadi akan membawa dampak yang berbeda. Jika misalnya memperingati kebangkitan Tuhan (Paskah) dilaksanakan di gedung gereja, hall, dan seterusnya. Suasananya tak lagi temaram, sunyi, sepi, hening. Malahan yang nampak, suasana bisa menjadi terang-benderang dan hingar bingar.
Tak banyak gereja atau denominasi Kristen yang menghayati Paskah dengan mengadakan ibadah atau kebaktian di tempat yang tidak umum seperti itu. Salah satunya adalah GKE (Gereja Kalimantan Evangelis), yang dulu bernama Gereja Dayak Evangelis (GDE).
Gereja dengan sinode yang berkantor pusat di Banjarmasin, Kalimantan Selatan ini memaknai Paskah secara khusus sebagai salah satu dari rangkaian terakhir dari pekan Paskah. Momen setelah Palmarum, Jumat Agung (kematian Yesus) dan Minggu Paskah atau kebangkitan Yesus dari kematian.
Paskah menjadi momen penting. Biasanya keluarga akan berkumpul dan melaksanakan ibadah pagi di pemakaman. Muncul pertanyaan dari mana sebenarnya tradisi ini berasal?
Sejarah mencatat bahwa Kebaktian Subuh Paskah pertama dilaksanakan pada tahun 1732 di Jemaat Moravia di Herrnhut, di perbukitan Lusatian, Jerman. Setelah berjaga-jaga semalaman, para pria lajang (single brethren) di Jemaat itu pergi ke kuburan kota. Tujuannya untuk menyanyikan himne pujian bagi Juruselamat yang bangkit.
Tahun berikutnya, seluruh Jemaat akhirnya bergabung dalam sebuah kebaktian. Setelah itu tradisi “Ibadah Pagi Paskah” atau “Ibadah Subuh di pemakaman” menyebar ke seluruh dunia melewati para misionaris Moravia, Jerman. Nampaknya tradisi ini juga melekat di gereja GKE, yang merupakan buah dari pekerjaan Misionaris Jerman (*lihat catatan).
Pendeta Nicholas Brie, dari Trinity Evangelical Lutheran Church di Taneytown Amerika, menyebutkan bahwa latar belakang Alkitab mengenai kebaktian subuh di pemakaman dengan kisah pagi Paskah dalam Injil, yang menggambarkan para wanita yang mengunjungi makam Yesus, “Ini seperti merayakan cahaya mentari pertama Minggu Paskah, untuk pergi dan mengingat fakta bahwa mereka menemukan makam itu kosong,”.
Kebaktian Minggu pagi Paskah di pemakaman ini sangat berbeda dari tradisi DÃa de Muertos di negara-negara bekas jajahan Spanyol, seperti Amerika Latin dan Filipina. Mereka merayakan hari orang mati di pemakaman setiap tanggal 2 November.
Kebaktian subuh paskah di pemakaman sesungguhnya adalah rasa bahagia umat Kristen atas kemenangan Yesus dari sengat kematian. Sebagai gambaran, kegiatan yang dilakukan secara masal oleh Jemaat ini sudah sejak pukul 3 pagi, suasana pemakaman sudah seperti pasar, kerena keramaian yang ada. Banyak terang-benderang lilin yang dinyalakan. Namun biasanya ibadah pagi dilakukan pada pukul 5 waktu setempat, dengan dipimpin oleh pendeta yang ditugaskan.
Selamat Paskah. Tuhan Yesus bangkit, soraklah!…
Hadi Miter
(Pendeta GKE Banjarmasin; Pustakawan STT GKE Banjarmasin)
*) Sumber:
– The Easter Morning Sunrise Service, This Month in Moravian History, Number 18, 2007-04, Moravian Archives, Bethlehem NC.
– Easter Morning Sunrise Service, Encyclopædia Britannica 1997
Catatan:
Pekabaran Injil bagi suku Dayak di Kalimantan dimulai oleh Zending Barmen (Rheinische Missionsgesellschaft atau RMG). Mereka mengutus dua orang penginjil dari Jerman, yaitu: Heyer dan Barnstein, yang tiba di Jakarta pada tanggal 13 Desember 1834. Tetapi hanya Branstein yang berangkat ke Kalimantan dan tiba di Banjarmasin pada tanggal 26 Juni 1835.
Lalu, pada tanggal 3 Desember 1836 tiba lagi tiga orang penginjil, yaitu: Becker, Hupperts, Krusman, dan langsung ditempatkan di pedalaman. Baptisan pertama bagi orang Dayak terjadi pada 10 April 1839 yang dilayankan oleh Hupperts. Tanggal ini kemudian ditetapkan sebagai hari jadinya (HUT).
Foto:
1. Tangkapan layar Ibadah Online Subuh Paskah di Kompleks Pemakaman (YouTube: Eklesia Nakalelu) oleh GKE.
2. Suasana di TPU (Taman Pemakaman Umum) Kristen di Jl. Tjilik Riwut KM 12 Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada saat menyambut Minggu Paskah (foto: mytrip.co.id/Wiwid Halim).
3. Pantuan drone lautan lilin yang menerangi TPU Kristen Tjilik Riwut Pal 12 Palangkaraya pada Minggu Paskah 2022 (foto: @Cenri Can).
0 Komentar